
Demak | Forum Kota – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Demak siap melakukan gugatan uji materi sejumlah produk regulasi pemerintah kabupaten Demak dengan pertimbangan regulasi-regulasi tersebut membuka ruang bagi terbentuknya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Beberapa regulasi yang akan dilakukan uji materi diantaranya adalah perbup tentang penyelenggaraan parkir, perbup tentang pedoman pengelolaan perumda air minum dan perbup tentang harga satuan barang/jasa kebutuhan Pemkab Demak.
Demikian disampaikan Ketua bidang komunikasi OKP dan ormas PMII Demak Ahlun Najah kepada forkot, di sekretariat PMII Demak,21/1. Menurut Najah, pihaknya sedang menyusun materi gugatan terhadap sejumlah regulasi yang dianggap menghambat terwujudnya good government and clean governance karena regulasi-regulasi daerah tersebut membuka ruang bagi terciptanya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.
Najah menyampaikan, sebagai organisasi mahasiswa, PMII Demak beranggapan bahwa beberapa perbup memiliki dampak yang sangat luas terhadap kepentingan publik dan bertentangan dengan nilai-nilai etika maupun moral yang mereka junjung.
Najah mencontohkan seperti pada Perbup Demak 44/2018 Tentang Pedoman Pengelolaan Perumda Air Minum Kabupaten Demak pasal 29 tentang pengangkatan anggota direksi perumda (perusahaan umum daerah) dimana diatur adanya masa perpanjangan dengan klausul kinerja. Menurut Najah penilaian kinerja yang dilakukan Bupati sebagai pemilik modal akan bersifat subjektif jika tidak melihat fakta di lapangan, dimana keluhan pelanggan hampir menjadi hidangan rutin yang selalu tersaji di berbagai platform media sosial. Selain penilaian yang dilakukan oleh lembaga/auditor independen, seharusnya Bupati juga peka terhadap keluhan masyarakat mengenai kualitas layanan perumda.
“Bisa mengundang asumsi publik tentang dugaan adanya like and dislike (kedekatan), balas jasa atau indikator kinerja berbasis kemampuan setor ‘upeti’ kepada penguasa,”tandasnya. Indikator kinerja, menurut Najah, harus jelas seperti indeks kepuasan publik terhadap layanan, progres aset dan keuangan serta manfaat bagi daerah.
“Ini harus dilakukan karena perumda menggunakan APBD yang notabene adalah anggaran milik publik yang diamanatkan untuk dikelola pemerintah daerah, tidak boleh dikelola seenaknya untuk kepentingan pribadi/golongan, harus bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,”tukas Najah.
Terkait perbup Demak 86/2021 tentang penyelenggaraan perparkiran, menurut Najah, PMII melihat beberapa pasal yang membuka peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pihak tertentu. Seperti pada Bab III, mengenai Pengelolaan Parkir Yang Diusahakan Dinas dimana pada bab itu mengatur proses penunjukan pihak ketiga sebagai calon pengelola lahan parkir.
Semestinya, menurut dia, pengelolaan parkir oleh pihak ketiga dilakukan melalui proses lelang terbuka dengan acuan data kajian potensi lahan parkir yang dikelola pihak ketiga melalui satker terkait agar daerah memperoleh pendapatan yang optimal melalui retribusi parkir.
Perbup lain, lanjutnya, yang berpotensi menjadi alat penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dengan motif gratifikasi adalah Perbup Demak 17/2024 tentang standar harga satuan barang/jasa kebutuhan Pemkab Demak.
Najah menjelaskan, perbup hps sangat krusial karena menjadi acuan dalam penyusunan anggaran belanja seluruh kegiatan Pemkab sehingga aturan ini dirubah setiap tahun agar sesuai dengan kondisi yang ada.
“Standar harga yang tercantum dalam perbup terlalu mahal bila dibandingkan dengan harga di pasaran, seperti saya lihat harga satuan Pemda untuk harga CT scan slice 128 yang nilainya mencapai 15 miliar, semen 40 kg yang mencapai Rp 70k persak, keramik dinding (uk.25×40) Rp.121rb/m2 dan masih banyak item yang harganya jauh melambung dari harga pasaran. Kalo begini yang dapat untung banyak siapa, pastinya para rekanan (pihak ketiga selaku penyedia barang dan jasa),”tandas Najah.
Yang lebih gila, lanjutnya, disitu (perbup tentang harga satuan) tercantum juga harga Pertalite per liter yang mencapai Rp.20.932.
Najah berpendapat, dari aspek penggunaan anggaran pastinya akan terjadi inefisiensi atau pemborosan keuangan negara. Ketika ditanya lebih lanjut apakah perbup tersebut merupakan indikasi perilaku koruptif yang terstruktur dan sistematis dirinya enggan berkomentar.
“Itu menjadi ranah alat penegak hukum, sebagai generasi muda kami hanya menyuarakan agar pemerintahan berjalan sesuai harapan masyarakat,”pungkasnya. ***yok