Terkait Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran Yang Terus Bergulir, Nampaknya Akan Semakin Kencang Mendulang Sorotan Publik, Rabu (29/05/2024).
Juga perlawanan serta kritik keras dari kalangan para Aktivis Pers dan Jutaan Element Organisasi Pers lainnya di seluruh Nusantara. Baik itu dari Pers Mahasiswa, Pers Rakyat, bahkan Lembaga-Lembaga Pers lainnya, dapat dipastikan akan terus membesar bak bola salju yang kian deras bergerak menggulung dan siap menghantam kebijakan konyol direncanakan penguasa dengan adanya indikasi akan melakukan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran berdampak kontroversial.
Padahal, banyak pihak menilai kalau nantinya Undang-Undang Penyiaran tersebut di sahkan, itu artinya sama saja dengan Pemerintah sudah membuat alat untuk kejahatan dengan membungkam Kebebasan Pers.
Demikian juga perlawanan yang telah disimpulkan, dari adanya pertemuan Organisasi Pers, serta Gabungan Pers Mahasiswa, Rakyat dan Organisasi Pro Demokrasi, di Jakarta yang telah merumuskan pernyataan sikap bersama, pada Kamis, (23/05/2024) yang lalu.
“Kami semua menolak seluruh Pasal Pembungkaman Kebebasan Pers dan Kebebasan Berekspresi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran,” demikian isi dari hasil pertemuan tersebut.
Kalangan Pers, Mahasiswa dan Rakyat dengan tegas menolak Pasal-Pasal bermasalah dalam Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah direncanakan di DPR RI.
Pasal-Pasal bermasalah tersebut jelas dianggap akan dapat membungkam Kebebasan Pers dan Kebebasan Berekspresi di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang notabene seharusnya melupakan tegaknya Pilar Utama dalam Sistem Demokrasi di Negeri ini.
Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran, terbaca jelas mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat Kerja Jurnalistik.
Beberapa Pasal, bahkan mengandung ancaman pidana bagi Jurnalis dan Media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak/oknum tertentu. Ini jelas-jelas sudah bertentangan dengan semangat Reformasi dan Demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama selama ini.
Tidak hanya Wartawan, sejumlah Pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran juga berpotensi mengekang Kebebasan Berekspresi, dan Diskriminasi terhadap kelompok marginal.
Pengekangan ini akan berakibat pada memburuknya Industri Media dan juga memperburuk kondisi Pekerja Media serta Pekerja Kreatif di Ranah Digital.
Adapun aksi penolakan yang dijadwalkan dan terlaksana pada hari Senin, 27 Mei 2024 sekitar pukul 09.00 WIB dengan titik kumpul di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan Jakarta.
Yaitu Organisasi pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi, melakukan aksi unjuk rasa terkait revisi UU Penyiaran di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senayan, Jakarta, Senin (27 Mei 2024). Mereka menolak pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran yang saat ini sedang digodok di DPR.
Berdasarkan hasil liputan kru media ini, para demonstran dimulai datang sekitar pukul 09.40 WIB.
Massa berjalan beriringan dari sekitaran GBK sebelum berhenti di depan Gedung DPR. Mereka membawa banner bertuliskan “Tolak Revisi UU Penyiaran!!!” dan “Dukung Kebebasan Pers, Tolak Revisi UU Penyiaran”.
Selain itu, massa juga membawa sejumlah poster berukuran kecil dengan berbagai tulisan.
Beberapa di antaranya, “Bebasin Berita, Bukan Bikin Drama!”, “Stop Kriminalisasi Jurnalis! Pers Merdeka, Rakyat Berdaya”, “Cinta Damai, Benci Sensor!”, “Suara Kami Tidak Akan Bisa Dibungkam”, hingga “Pers Bukan Papan Iklan, Bebasin Dong!”.
Salah satunya Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, sebagai koordinator aksi ini menyebut demo dilakukan tidak hanya di Jakarta, tapi juga di berbagai kota di Indonesia, seperti di Aceh, Lampung, Bali, Surabaya, dan lain-lain.
“Hari ini, bukan saja di Jakarta, tapi kawan-kawan jurnalis, pers, dan seluruh elemen masyarakat juga berunjuk rasa di berbagai kota di Indonesia. Hari ini kita berpanas-panasan, menyuarakan hal yang sama” kata dia di depan massa aksi.
Menurut dia, draf revisi UU Penyiaran yang terbaru memiliki beberapa pasal yang sangat merugikan masyarakat, salah satunya tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan jurnalistik investigasi. “Untuk publik itu sangat merugikan rakyat, karena pilar keempat demokrasi adalah pers.”
Adapun sebelum memulai orasi, massa mengumpulkan ID card wartawan, poster, kamera, hingga peralatan liputan mereka di depan sebagai aksi simbolik. Mereka juga berulang kali berteriak menolak revisi UU Penyiaran. “Apakah kita akan lawan? lawan, lawan!!!!”.
Sejumlah organisasi yang ikut melakukan aksi, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta Raya, Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (SINDIKASI).
Selain itu, terdapat pula LBH Pers Jakarta, LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI, LPM KETIK Poli Media Kreatif Jakarta, LPM Parmagz Paramadina, LPM SUMA Universitas Indonesia, LPM Didaktika Universitas Negeri Jakarta, LPM ASPIRASI – UPN Veteran Mata IBN Institute Bisnis Nusantara, LPM Media Publica, hingga LPM Unsika.
Disela akhir acara Farhan Perwakilan dari Legislator Temui Massa Aksi Demo, dan Legislator Belum Bisa Pastikan Nasib Revisi UU Penyiaran???(Tim).