Demak | Forum Kota – Upaya forum lintas civil society Demak untuk membuka tabir kejanggalan dalam kasus pemotongan gaji GTT/PTT terus dilakukan, seperti penggalian dan penelusuran informasi dari para pihak terkait termasuk Inspektorat setempat. Namun menurut Sukandar, salah satu anggota forum lintas civil Society Demak, keterangan dari Inspektorat Demak terkait masalah pemotongan gaji sebagai sebuah upaya pengaburan jejak untuk menutupi masalah. Demikian dikatakannya kepada sejumlah media usai mendatangi kantor Inspektorat Demak, 6/3. Kedatangannya ke kantor itu, awalnya bermaksud menemui kepala inspektorat Demak, Kurniawan Arifendi untuk meminta keterangan terkait penanganan kasus pemotongan gaji GTT/PTT yang sedang menjadi atensi publik. Namun menurut penuturannya, Kurniawan tidak bisa menemui dengan alasan sedang melakukan zoom meeting.
“Berdasarkan keterangan yang kita terima dari staf Inspektorat bernama Arif Darmawan, dinyatakan bahwa pemotongan gaji GTT/PTT dialami oleh mereka yang masuk dalam dapodik (data pokok pendidikan) dan hasilnya digunakan sebagai tambahan penghasilan bagi GTT yang tidak masuk dalam dapodik dan jumlahnya klop,”ungkapnya.
Sukandar menyebut keterangan tersebut terkesan asal jeplak karena disampaikan oleh seorang staf instrumen kontrol dan pengawasan milik pemerintah daerah.
“Jelas-jelas ada surat pernyataan yang menyatakan tidak ada pemotongan gaji kok dibilang untuk nambahi penghasilan GTT non dapodik. Makin kesini ngomongnya makin ngawur dan saling bertentangan antara satu dan yang lain. Kalo dibilang untuk nambahi artinya betul ada pemotongan gaji. Dan kalo itu dilakukan harus ada regulasi yang mengatur, yang dipotong gajinya tidak boleh keberatan dan ngerti dipotong gajinya untuk apa,”tandasnya. Banyaknya kontradiksi fakta di lapangan menurut dia justru memunculkan kesan panik dari Inspektorat Demak.
“Kemarin kita temukan skenario surat pernyataan yang dibuat secara masif, isinya menyatakan bahwa tidak ada pemotongan gaji. Ini dibilang pemotongan dilakukan untuk nambahi penghasilan yang non dapodik, yang benar yang mana,”sergahnya.
Menurut dia seharusnya pihak Inspektorat bisa lebih transparan kepada publik, apalagi ini menyangkut kesejahteraan wong cilik. Sukandar menyayangkan apabila Inspektorat sebagai instrumen kontrol, pengawasan dan pembinaan dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan justru mengalami disorientasi fungsi.
Dia mengatakan, carut marut pembayaran tenaga honorer sangat mungkin terjadi pada OPD lain. Menurut dia Pemerintah kabupaten Demak memiliki jumlah tenaga honorer yang sangat banyak, tidak hanya di Dinas Pendidikan saja. Mereka tersebar di berbagai OPD (organisasi perangkat daerah) jumlahnya membengkak akibat proses rekrutmen yang seenaknya tanpa memperhatikan urgensi dan tingkat kebutuhan. Apa yang terjadi di Dinas Pendidikan menurut dia, sangat mungkin terjadi pada OPD lain.
“Kalau tidak muncul larangan dari pusat terkait pengangkatan tenaga honorer, jumlahnya pasti makin banyak,”ujarnya. *** Yok