,Jakarta– Pemanggilan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mandailing Natal Muhammad Iqbal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)KPK) menimbulkan polemik. Iqbal yang dipanggil sebagai saksi oleh KPK dalam kasus korupsi pembangunan jalan Provinsi Sumatera Utara pada Jumat, 18 Juli 2025, tidak memenuhi panggilannya.
Pada awalnya, juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan pembatalan pemeriksaan itu dilakukan karena KPK masih harus berkoordinasi denganKejaksaan Agung, sebagai lembaga penegak hukum tempat Iqbal bekerja. “Saat ini masih dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak kejaksaan dan berlangsung baik,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 21 Juli 2025.
Selain Iqbal, KPK juga memanggil Gomgoman Halomoan Simbolon yang menjabat sebagai Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Mandailing Natal. “Jika dibutuhkan keterangan lebih lanjut akan dilakukan pemeriksaan, dilakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan. Karena kemarin belum jadi dilakukan pemeriksaan,” ujar dia.
Menanggapi pemanggilan dari Kajari Mandailing Natal, Kejaksaan Agung mempersilakan KPK untuk memeriksa Iqbal. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna kemudian mengingatkan mekanisme pemanggilan agar sesuai dengan aturan di instansinya. “Lakukan saja sesuai mekanisme yang ada. Pemanggilan ketika dia sedang menjalankan tugas sudah ada aturannya, apakah sudah dilalui?” ujar Anang, Selasa, 22 Juli 2025.
Ia juga meminta KPK untuk mengirim surat kepada Jaksa Agung jika ingin memeriksa Kajari Mandailing Natal. “Harus (mengirim surat) dong, semua ada etikanya ada aturannya,” jelas dia.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo kemudian menyatakan pihaknya telah mengirim surat kepada Jaksa Agung untuk memeriksa Muhammad Iqbal. Surat itu bahkan telah dikirim beberapa hari sebelum jadwal pemeriksaan Iqbal dilakukan. “Sudah dikirimkan sebelum tanggal pemeriksaan. Jadwal pemeriksaan kan hari Jumat, sudah kami kirimkan sebelum itu,” kata Budi saat ditemui di Gedung Merah Putih, Selasa sore, 22 Juli 2025.
Budi mengatakan mekanisme pengiriman surat izin kepada Jaksa Agung untuk memeriksa jaksa dalam kasus tindak pidana menjadi keharusan sejak disahkannya Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021.
Pada kesempatan yang berbeda, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan bahwa Pasal 8 ayat 5 UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung. “Ada penjelasan mengenai Pasal 8 ayat 5 UU No. 11 Tahun 2021,” kata dia.
Dalam pernyataan terbaru, Kejaksaan Agung menyatakan tidak keberatan jika KPK ingin memeriksaKajari Mandailing NatalMuhammad Iqbal dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan, kejaksaan tidak akan melindungi anggotanya jika mereka memang terbukti bersalah.
“Jika memang seperti itu (terbukti bersalah), kami tidak akan melindungi. Jika memang ada oknum dari kami, seperti melanggar, ya proses,” kata Anang saat diwawancarai di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025.
Anang mengatakan, selama ini Kejaksaan Agung telah menjalin komunikasi yang baik dan rutin berkoordinasi dengan KPK. Kejaksaan Agung memahami bahwa KPK tentu perlu melakukan sejumlah mekanisme untuk menjalankan pemeriksaan ini. “Ya tentunya, nanti kami bisa berkoordinasi kembali mengenai pemanggilan yang bersangkutan,” ujar Anang.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara Topan Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen Rasuli Efendi Siregar, Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara Heliyanto, Direktur Utama PT DNG M. Akhirun Efendi Piliang dan Direktur PT RN M. Rayhan Dulasmi Piliang.
Jihan Ristiyanti, Mutia Yuantisya, M. Rizki Yusrial, Hanin Marwahberkontribusi dalam penulisan artikel ini