Revisi RDTR Demak Diminta Tak Tuai Kontroversi

Demak | Forum Kota – Meningkatnya kebutuhan lahan permukiman di kabupaten Demak menjadi sebuah dinamika yang perlu disikapi secara bijak oleh pemerintah daerah setempat. Seringkali tuntutan kebutuhan lahan permukiman sulit terpenuhi akibat adanya ketidaksesuaian dengan desain tata ruang yang ada. Perda 1/2020 sebagai regulasi detail tata ruang kab Demak telah “cukup umur” untuk disesuaikan dengan dinamika yang ada, tuntutan lahan permukiman maupun detail tata ruang provinsi dan pusat.

Penyesuaian Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten Demak adalah masalah kompleks yang melibatkan lintas sektoral dengan regulasi yang belum dapat terintegrasi sepenuhnya. Masyarakat pemilik lahan sering kali harus “mengalah” untuk hak-haknya demi kepatuhan terhadap regulasi meski hal tersebut sebenarnya menyangkut sebuah kepastian hukum.Oleh karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan detail tata ruang menjadi tak bermanfaat mana kala tak melibatkan publik sebagai obyek kebijakan.

Demikian disampaikan Ketua DPRD Demak H Zayinul Fatta kepada sejumlah wartawan dan para pegiat sosial kabupaten Demak di ruang kerjanya, Jumat 17/1. Zayinul menyampaikan pandangannya tersebut setelah dikonfirmasi media terkait proses revisi Perda Demak nomor 1 tahun 2020 tentang tata ruang dan wilayah yang telah cukup waktu untuk dilakukan.

“Untuk sebuah kebijakan publik perlu kajian publik yang dilakukan secara mendalam dan menyeluruh dengan melibatkan banyak pihak, agar tidak ada masyarakat sebagai obyek kebijakan tidak dirugikan,”ujarnya. Terkait revisi detail tata ruang Demak, menurut dia, seharusnya Pemda berani transparan dengan membuka diskusi di ruang publik agar kebijakan yang dimunculkan tidak menuai kontroversi dan jadi bulan-bulanan saat berada di ruang publik.

Ketika disinggung mengenai sejumlah kajian yang telah dilakukan Pemkab Demak terkait proses revisi Perda tata ruang dan wilayah, Ketua DPRD Demak H Zayinul Fatta menyatakan bahwa sejauh ini eksekutif belum ada pembicaraan apapun dengan legislatif mengenai proses dan tahapan revisi sehingga dampak yang muncul dari kebijakan tersebut adalah tanggung jawab pihak eksekutif.

“Kita mengetahui kalau di beberapa kecamatan telah dilakukan kegiatan kajian berkaitan dengan tata ruang dan wilayah tapi itu dilakukan tanpa kordinasi dahulu dengan pihak legislatif,” ungkap Zayinul.

Persoalan RTRW semakin runyam akibat banyaknya tabrakan kepentingan. Akibatnya penyusunan RTRW di daerah menjadi lamban. Sementara Undang-Undang Cipta Kerja yang memangkas kewenangan dan mengamanatkan penyegeraan penetapan RTRW, tidak membuat segala urusan tentang penetapan RTRW menjadi lebih sederhana.Perda ruang dapat direvisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan Provinsi memiliki masa berlaku selama 20 tahun. Selama masa berlaku tersebut, RTRW dapat ditinjau kembali. Peninjauan RTRW dilakukan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan ruang di lapangan dengan perencanaan. ***yok

Writer: Donny