Kemenkes: KLB Tidak Otomatis Hentikan MBG Seluruh Wilayah

Kementerian Kesehatan menegaskan pengambilan keputusan mengenai statuskejadian luar biasa(KLB) keracunan makanan akibat program makanan bergizi gratis (MBG) tidak secara otomatis menyebabkan program tersebut dihentikan di seluruh wilayah. Pemberhentian hanya dilakukan terhadap unit pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang terbukti menjadi sumber risiko keracunan.

Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, Murti Utami, menjelaskan bahwa penentuan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2013. Berdasarkan peraturan tersebut, KLB keracunan makanan merupakan suatu kejadian di mana dua orang atau lebih mengalami penyakit dengan gejala yang serupa atau hampir sama setelah mengonsumsi makanan tertentu, dan berdasarkan analisis epidemiologi, makanan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.

“Penetapan KLB dilakukan melalui analisis epidemiologi, dengan mempertimbangkan hubungan korban berdasarkan lokasi dan waktu kejadian, serta kesamaan sumber makanan yang menyebabkan keracunan,” kata Murti melalui pesan tertulis pada Jumat, 3 Oktober 2025.

Murti menjelaskan, terdapat dua kriteria utama dalam menentukan KLB. Pertama, gambaran klinis atau hasil pemeriksaan menunjukkan adanya zat racun yang sama. Kedua, terdapat kesamaan sumber keracunan makanan serta sesuai dengan masa inkubasi zat tersebut.

Jika sebuah daerah menetapkan KLB akibat MBG, menurut Murti, faktor risiko dari sumber makanan akan segera dihentikan dan pemerintah akan melakukan penyelidikan terhadap SPPG yang bersangkutan. Namun, penghentian tersebut tidak berlaku secara keseluruhan di wilayah tersebut.

“Program MBG tidak secara otomatis dihentikan di seluruh sekolah di wilayah yang menetapkan KLB. Hanya SPPG yang mengalami masalah saja yang sementara dihentikan, hingga mereka mendapatkan pembinaan dan memperbaiki pengelolaan pangan yang bersih serta benar dari BGN,” kata Murti.

Pemerintah pusat, menurut Murti, berupaya memastikan program tetap berjalan dengan perbaikan sistem, tanpa mengorbankan keselamatan siswa yang menjadi penerima manfaat.