– Lembaga Antikorupsi (KPK) menegaskan bahwa meskipun Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terbaru tidak lagi menyebut Direksi, Dewan Komisaris, maupun Dewan Pengawas sebagai penyelenggara negara, kewenangan lembaga antirasuah tetap tidak terganggu dalam melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN. Pernyataan ini disampaikan oleh Plt Deputi dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjawab pengesahan revisi UU BUMN.
Menurut Asep, pencabutan status lembaga negara bagi Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN tidak berarti KPK kehilangan dasar hukum untuk menyelidiki tindakan korupsi di BUMN.
“Dengan hapusnya ketentuan yang menyebutkan bahwa anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas tidak termasuk sebagai penyelenggara negara, maka UU ini menegaskan kembali kebebasan dan kepastian hukum bagi KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di sektor BUMN, baik dalam hal penindakan maupun pencegahan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, malam Kamis (2/10).
Asep menekankan bahwa sistem pelaporan harta kekayaan tetap menjadi alat yang penting dalam pengawasan terhadap setiap pejabat pemerintah maupun pimpinan perusahaan milik negara. Transparansi ini diharapkan mampu menjadi benteng awal dalam mencegah tindakan korupsi sejak dini di lingkungan BUMN.
“Sebagai Penyelenggara Negara, maka atas jabatan tersebut harus melaporkan kepemilikan aset dan hartanya melalui LHKPN,” katanya.
Ia menyampaikan, transparansi terkait kepemilikan aset bukan sekadar prosedur, tetapi alat untuk memastikan pertanggungjawaban pejabat BUMN.
“Dengan transparansi kepemilikan aset tersebut, diharapkan menjadi salah satu alat pencegahan korupsi yang efektif,” tegas Asep.
KPK juga menyoroti aspek penegakan hukum yang kini lebih jelas setelah disahkannya UU BUMN. Ia menekankan, hal ini tetap memberikan kepastian hukum bagi KPK dalam menangani setiap pelanggaran di BUMN.
“Demikian pula dalam konteks penegakan hukum, di mana salah satu batasan wewenang KPK berkaitan dengan status PN-nya. Sehingga dengan adanya UU ini menjadi jelas,” kata Asep.
Selain pencegahan dan penindakan, KPK berpendapat bahwa perubahan UU BUMN dapat memicu peningkatan tata kelola perusahaan negara yang lebih baik. Ia menegaskan, pemberantasan korupsi tidak boleh dianggap sebagai hambatan bisnis, tetapi sebagai investasi jangka panjang untuk memperkuat keberlanjutan BUMN.
“Pada dasarnya, upaya pemberantasan korupsi tersebut juga bertujuan mendukung BUMN dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik, dengan lingkungan bisnis yang lebih efisien, efektif, dan bersih,” kata Asep.
Oleh karena itu, KPK terus mendorong agar perusahaan negara menjadi penggerak ekonomi yang sehat dan bebas dari tindakan korupsi. Dengan demikian, lembaga antikorupsi berkomitmen untuk memastikan BUMN beroperasi sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas yang tinggi.
“KPK tentu saja siap terus memberikan pendampingan dan pengawasan, serta bentuk-bentuk kerja sama lainnya,” tutupnya.