Perjalanan LPS Berfokus Menghadapi Tantangan Kestabilan Ekonomi dan Jaminan Keuangan Perbankan di Indonesia

Di balik ketenangan sistem keuangan nasional, ada tangan-tangan yang bekerja memastikan dana nasabah tetap aman, bahkan ketika badai menerpa perbankan.

Salah satunya adalah Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bidang Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, yang selama lebih dari satu dekade menjadi bagian dari transformasi besar LPS.

Dalam perjalanannya, Didik tidak sekadar menyaksikan perubahan, tapi ikut menggerakkan roda transformasi tersebut. “Berbagai langkah strategis telah kami lakukan untuk memperkuat kredibilitas LPS sebagai lembaga yang memberikan rasa aman bagi nasabah dan menjaga stabilitas sistem perbankan,” kata Didik kepada , Jumat (18/7).

Salah satu langkah paling berdampak adalah percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah. Proses yang sebelumnya memakan waktu hingga 90 hari, kini pembayaran 70–80% dari simpanan yang layak dibayar dapat dilakukan hanya dalam lima hari kerja. Hal ini dimungkinkan berkat strategi rekonsiliasi dan verifikasi (rekonver) yang dilakukan sejak tahap uji tuntas.

Langkah penting lainnya adalah pengembangan sistem Single Customer View (SCV), yaitu pelaporan data jaminan simpanan berbasis nasabah. “Dengan data SCV, informasi simpanan nasabah dapat diakses secara cepat dan akurat, sehingga LPS dapat segera menentukan simpanan yang layak dibayar,” jelasnya.

Sistem SCV ini telah diwajibkan kepada seluruh bank umum, baik bank umum konvensional maupun bank umum syariah.

Sistem ini secara bertahap juga mulai diterapkan pada BPR dan BPRS. Pada tahap awal, pelaporan SCV BPR/BPRS akan dilakukan terhadap 73 BPR/BPRS.

LPS juga aktif dalam mendorong kepastian hukum di sektor syariah. Melalui Komite Syariah, lembaga ini berperan dalam penerbitan fatwa-fatwa dari DSN-MUI, yang memberikan legitimasi atas fungsi penjaminan dan resolusi bank syariah. “Fatwa-fatwa tersebut memberikan legitimasi bagi LPS dalam menjalankan fungsinya di sektor syariah, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan dana mereka di bank syariah,” ujar Didik.

Beberapa fatwa yang telah diterbitkan oleh DSN-MUI yang berkaitan dengan fungsi LPS di sektor syariah adalah Fatwa DSN-MUI No. 118/DSN-MUI/II/2018 tentang Pedoman Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Syariah dan Fatwa DSN No. 130/DSN-MUI/X/2019 tentang Pedoman bagi Lembaga Penjamin Simpanan dalam Pelaksanaan Penanganan atau Penyelesaian Bank Syariah yang Mengalami Permasalahan Solvabilitas. Selain itu, juga terdapat fatwa terkait program restrukturisasi perbankan (PRP) dengan prinsip syariah yang masih dalam proses penyusunan.

Tidak hanya itu, LPS juga mencatatkan keberhasilan dalam inovasi penyelamatan bank. Pada 2024, penyelamatan BPR Indramayu Jabar (BIMJ) dilakukan dengan mekanisme pertukaran utang menjadi modal senilai Rp25 miliar. “LPS dapat menghemat Rp125 miliar jika dibandingkan BPR tersebut dilikuidasi dan dilakukan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah,” kata Didik. Kini, BIMJ kembali sehat dan bahkan dapat mencetak laba Rp4 miliar hingga Juni 2025 tanpa terjadi pemutusan hubungan kerja.

Di masa depan, LPS berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan penyelamatan bank dengan mengundang bank umum atau BPR/BPRS untuk melakukan purchase and assumption (P&A) maupun mengundang investor lain untuk melakukan akuisisi terhadap bank dalam resolusi dengan tetap mematuhi koridor peraturan perundang-undangan yang ada. Likuidasi merupakan langkah terakhir yang akan dilakukan LPS setelah berbagai upaya tersebut telah dilakukan.

Rencana Strategis

Di masa depan, LPS memperkuat langkah-langkahnya melalui Peta Strategi 2022–2026. Tiga fokus utama di antaranya adalah penguatan pendidikan publik, peningkatan efektivitas jaminan dan resolusi, serta penguatan lembaga melalui transformasi digital.

Dari sisi layanan publik, LPS terus mengoptimalkan saluran digital untuk edukasi dan sosialisasi. Di daerah, peran ini diperkuat melalui kantor perwakilan di Medan, Makassar, dan Surabaya.

Sementara dari sisi teknologi, transformasi digital terus diperkuat melalui penerapan Integrated Core System (ICS), peningkatan pusat data, dan penyusunan blueprint TI. “Kami juga melakukan standarisasi proses bisnis dengan sertifikasi internasional seperti ISO 27001 untuk keamanan informasi dan ISO 37001 untuk anti-korupsi,” tambahnya.

Menanggapi pertumbuhan pesat bank digital, Didik menilai hal tersebut sebagai keniscayaan dalam sistem keuangan modern. Namun, ia menekankan pentingnya penguatan pengawasan dan mitigasi risiko.

“LPS memastikan bahwa prinsip-prinsip jaminan simpanan tetap berlaku secara adil, termasuk bagi nasabah bank digital, selama memenuhi kriteria yang ditetapkan,” katanya. Kriteria tersebut dikenal sebagai prinsip 3T: Tercatat dalam pembukuan bank, Tidak melebihi tingkat bunga jaminan LPS, dan Tidak terindikasi melakukan pelanggaran hukum yang merugikan bank.

Didik menegaskan bahwa LPS akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk menjaga keseimbangan antara inovasi dan kehati-hatian. “Tujuan akhirnya tetap sama: nasabah merasa aman, apapun bentuk bank tempat mereka menyimpan dananya,” pungkasnya.