Fenomena Rojali dan Rohana Menurut Psikolog

,Jakarta– Psikolog Kasandra Putranto menjelaskan penyebab di balik fenomenaRojalidan Rohana. Rojali berarti rombongan jarang beli, sedangkanRohanaartinya rombongan hanya bertanya. Keduanya adalah pengunjung pusat perbelanjaan yang datang secara kelompok lalu menanyakan harga dan mencoba produk, namun akhirnya tidak membeli apa pun.

Dari sudut pandang psikologi, Kasandra menjelaskan fenomena tersebut bisa disebabkan oleh faktor yang disebut hierarki kebutuhan, di mana kunjungan ke pusat perbelanjaan tidak semata-mata bertujuan membeli barang untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sosial dan aktualisasi diri, seperti berkumpul, refreshing (penyegaran) atau healing (pemulihan). “Manusia memiliki lima tingkat kebutuhan yaitu fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri,” katapsikologLulusan Universitas Indonesia yang berprofesi sebagai klinis dan forensik berada di Jakarta, Jumat.

Sering kali orang bertingkah laku seolah ingin membeli sesuatu sebagai strategi untuk membentuk citra diri sebagai konsumen yang mampu di hadapan pramuniaga, teman, atau bahkan dirinya sendiri. Ada pula mekanisme perlindungan harga diri, yaitu ketika seseorang tidak ingin tampak tidak mampu di mata orang lain sehingga berpura-pura tertarik untuk menghindari rasa malu atau rendah diri.

“Ketika seseorang menyadari bahwa dia tidak mampu membeli, tetapi sangat ingin atau berada di lingkungan konsumtif, muncul konflik batin. Untuk mengurangi rasa malu, kecewa, atau tidak nyaman itu, mereka melakukan tindakan seolah-olah membeli,” kata Kasandra menjelaskan.

Selain itu, niat untuk membeli seringkali tidak diwujudkan menjadi tindakan nyata karena dipengaruhi oleh persepsi kontrol dan norma sosial. Ketika seseorang merasa tidak mampu membeli karena harga terlalu tinggi atau ragu akan manfaat barang tersebut, niat tersebut bisa batal dengan sendirinya.

Kebutuhan akan identitas sosial juga turut mempengaruhi. Menurut Kasandra, mengunjungi tempat elit atau yang sedang tren, meskipun tanpa membeli, bisa menjadi bentuk penegasan diri sebagai bagian dari kelompok sosial tertentu. Hal itu juga bisa didorong oleh motif untuk mendapatkan konten media sosial, validasi sosial, atau eksistensi online. “Hanya dengan melihat-lihat produk atau masuk ke toko tertentu, seseorang merasa memperoleh nilai simbolik, meskipun tidak membeli,” kata Kasandra.

Selain didorong oleh rasa percaya diri atau validasi diri, Kasandra menyebutkan fenomena “rojali”/”rohana” juga dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Dalam konteks budaya Indonesia yang menghargai kesopanan, perilaku berpura-pura tertarik meskipun tidak berniat membeli juga dapat dipahami sebagai bentuk penyesuaian terhadap norma sosial. “Secara budaya, terkadang pelanggan merasa harus menghargai tenaga penjual dengan berpura-pura tertarik, meski tahu tidak akan membeli,” katanya.

Perilaku sekadar melihat-lihat atau bertanya tanpa membeli justru juga bisa merupakan bagian dari pencarian informasi pra-pembelian, yang merupakan proses normal sebelum seseorang memutuskan untuk membeli suatu barang. “Konsumen sering melakukan pencarian informasi terlebih dahulu atau window shopping sebelum membuat keputusan pembelian,” kata Kasandra.