Kriminalisasi Botok & Teguh, Runtuh Lagi Kepercayaan Masyarakat Pada Polisi dan Lembaga Perwakilan Rakyat

Memutus Aliran Darah AMPB, Botok dan Teguh cs Ditangkap | Polri Diharapkan Kembali Untuk Masyarakat. *** photo AMOI

Forum Kota | Keadilan Bagi Yang Berhak | Drama Politik dan Hukum yang ditampilkan “penguasa” di kabupaten Pati sungguh mencengangkan masyarakat seantero negeri sebagai pemirsanya. Akibat dari pertunjukan drama yang kontroversial tersebut, banyak Masyarakat (warganet) yang terpicu kembali untuk tidak mempercayai lembaga hukum (Polri) dan lembaga perwakilan rakyat (DPR/D).

Slogan “Polri Untuk Masyarakat” yang terpampang di seluruh penjuru tanah air tersebut pun dipertanyakan keseriusannya, setelah dengan ringannya menangkap Botok (Supriyono) dan Teguh Istiyanto Jum’at malam 31/10 lalu.

Seperti diketahui, Botok dan Teguh adalah aktifis Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) yang giat menyerukan penanganan hukum terhadap Bupati Pati, baik terhadap dugaan menerima aliran commitment fee dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta di Direktur Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), maupun Arogansinya yang dinilai Menantang Warga Pati.

AMPB sudah beberapa kali melakukan aksi, dan tentu saja kesemuanya menimbulkan kerumunan massa yang tidak sedikit, dan pastinya menyebabkan kemacetan lalu-lintas, tetapi selama ini aman-aman saja, tidak ada penangkapan. Bahkan Polisi selama ini menganggapnya sebagai Dinamika Demokrasi, meskipun AMPB melakukan aksinya hingga bermalam.

Tapi entah apa yang terjadi, setelah DPRD Pati Gagal Memakzulkan Bupati Sudewo, polisi sepertinya sangat menghendaki pentolan AMPB untuk dipidanakan. Hal tersebut tercermin dari Pasal Berlapis yang disangkakan, artinya bila meleset Pasal pertama, diharapkan dapat terjerat dengan Pasa-pasal berikutnya. Pokoknya Harus Dipidana, begitulah nafas dari Pasal Berlapis.

Pasal pertama adalah Pasal 192 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman mencapai15 tahun, kedua Pasal 160 KUHP dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun, Ketiga Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP dengan ancaman hukuman mencapai 6 tahun kurungan.

Perlakuan penerapan hukum oleh polisi ini dinilai sangat aneh. Sebab alasan utamanya adalah telah melakukan Pemblokiran Jalan Nasional Selama 15 Menit. Padahal, saat terjadi Demo ODOL oleh ratusan pengemudi truck yang mengakibatkan kemacetan total berjam-jam pada Jalan Nasional di berbagai wilayah Jawa Tengah, Tindakan hukum yang dilakukan Polda Jateng hanyalah pengawasan aksi demo.

Penerapan Hukum terhadap aktifis AMPB ini dinilai sebagai Kriminalisasi, Masyarakat menganggap sebagai pesanan, agar Botok dan Teguh tidak lagi merecoki pemerintahan Sudewo. Karena itu, diharapkan Polisi Kembali Pada Masyarakat, Bebaskankan Botok, Teguh, dan Aktifis AMPB lainnya Tanpa Syarat. Karena yang dilakukan AMPB ada luapan emosi Masyarakat yang kecewa terhadap tipu-daya sebagian besar anggota DPRD Pati.

Ya, bagaimana tidak, sebagian besar anggota DPRD Pati itu tidak dibilang telah menipu rakyat ? Sebab pembentukan Pansus Hak Angket adalah persetujuan dari lebih dari satu fraksi, dan desakan diadakannya Pansus Hak Angket tersebut adalah untuk Memakzulkan Bupati Sudewo, tetapi mengapa endingnya hanya Fraksi PDIP yang menyetujuinya, dan terkalahkan oleh kroyokan (Voting) anggota fraksi lainnya…? Iki Dagelan Opo…???

*** Bagus Budi Santoso