OJK: 230 Perusahaan Gadai Ilegal Beredar di Indonesia

.CO.ID – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa perusahaan gadai yang tidak sah di Indonesia masih terbilang banyak.

Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Keuangan Lainnya OJK, Adief Razali menyampaikan, berdasarkan data dari Perkumpulan Perusahaan Gadai Indonesia (PPGI), terdapat 230 perusahaan gadai yang beroperasi secara ilegal di seluruh Indonesia. Ia memprediksi jumlah tersebut kemungkinan akan terus meningkat sesuai dengan situasi yang ada.

“Jumlah PPGI sekitar 230 kasus gadai ilegal. Angka ini memang bisa terus berubah,” katanya dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Adief menjelaskan bahwa sebenarnya OJK mendorong perusahaan gadai ilegal untuk mengajukan permohonan agar diakui secara legal. Ia menyatakan bahwa kebijakan relaksasi tersebut sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Di dalam peraturan undang-undang P2SK, terdapat tenggat waktu (pengajuan izin) hingga 12 Januari 2026,” katanya.

Berdasarkan hal tersebut, Adief menyampaikan bahwa OJK akan berusaha mengingatkan kembali perusahaan gadai ilegal agar mereka mengajukan izin untuk menjadi legal.

Selain itu, ia mengatakan OJK juga sedang menyiapkan kebijakan deregulasi terkait modal minimum agar dapat membantu pemilik gadai ilegal untuk segera mengajukan izin.

“Regulasi saat ini sekitar Rp 2 miliar modalnya. Nanti akan diatur, sehingga memberi kesempatan bagi perusahaan gadai ilegal,” katanya.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, serta Lembaga Jasa Keuangan lainnya dari OJK, Agusman menjelaskan bahwa keberadaan perusahaan gadai yang tidak sah juga menjadi perhatian OJK. Ia menyampaikan bahwa OJK juga berkolaborasi dengan PPGI guna mendorong perusahaan gadai ilegal agar menjadi legal.

Agusman menambahkan bahwa jika perusahaan gadai tersebut melanggar hukum atau tidak memiliki izin, tentu akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia menyebut bahwa hal ini juga sejalan dengan fokus OJK dalam memprioritaskan perlindungan konsumen.

“Jangan sampai masyarakat umum mengalami kerugian akibat gadai yang tidak memiliki izin. Jadi, jika sudah berizin, kami akan fokus agar mereka secara konsisten mematuhi peraturan yang berlaku, sekaligus melindungi para konsumen,” kata Agusman.

Berdasarkan Pasal 6 POJK 39/2024, perusahaan pergadaian harus memiliki modal disetor minimal sebesar Rp 2 miliar saat pendiriannya untuk cakupan wilayah kabupaten/kota, kemudian sebesar Rp 8 miliar untuk wilayah provinsi, serta sebesar Rp 100 miliar untuk cakupan nasional.

Di Pasal 194 POJK 39/2024, perusahaan pergadaian diwajibkan memiliki modal sendiri minimal sebesar Rp 1 miliar rupiah untuk cakupan wilayah usaha kabupaten/kota, Rp 4 miliar untuk cakupan wilayah usaha provinsi, serta Rp 50 miliar untuk cakupan usaha nasional.

Disebutkan bahwa perusahaan harus memiliki rasio ekuitas terhadap modal yang disetor minimal 50%.