, SIJUNJUNG –Produksi anyaman daun pandan di Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terus berusaha bangkit meskipun dihadapkan pada pesatnya perkembangan industri saat ini.
Di tengah kesulitan persaingan pasar, para pengrajin anyaman daun pandan di Nagari Padang Laweh, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung, mulai sulit untuk mendapatkan bahan baku.
Salah satu pengrajin anyaman pandan bernama Eli Damarni (64) mengatakan tanaman pandan berduri sudah jarang ditanam oleh masyarakat.
Berbeda dengan masa lalu, ada seruan untuk menanam 50 pohon pandan per keluarga.
“Dulu ada instruksi atau himbauan dari Pemkab untuk menanam 50 pohon pandan per keluarga, sekarang sudah tidak ada lagi,” katanya saat ditemui, Sabtu (26/7/2025).
Menurutnya, harga jual anyaman pandan yang murah serta prosesnya yang lama, membuat banyak pengrajin banting setir mencari pekerjaan lain.
Apalagi di zaman sekarang, banyak sekali jenis pekerjaan yang bisa menghasilkan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Hal itu menyebabkan generasi muda kurang tertarik pada anyaman pandan, meskipun mereka bisa menganyam, tetapi lebih memilih pekerjaan lain yang sudah memiliki gaji tetap.
Hasil dari anyaman pandan sangat beragam seperti tikar (lapiak), tas (kombuik), sandal, bungkus kalamai, kotak tisu, dan lainnya.
Tikar pandan berukuran 2 meter dijual hanya Rp20.000 saja.
“Biasanya dalam seminggu bisa membuat tiga lapiak yang siap dijual dengan total harga hanya Rp60 saja,” katanya sambil sedikit tersenyum.
Berbeda dengan lapiak pandan yang berwarna, harganya bisa dibanderol mulai dari Rp100 ribu, namun proses pembuatannya agak lama.
Untuk saat ini Eli hanya bisa menerima pesanan bungkus atau kemasan kalamai untuk dijualnya sambil mengisi waktu luang.
Ia menjual kalamai yang dibungkus daun pandan dengan harga seribu rupiah per bungkus.
Kemasan kalamai dari anyaman daun pandan membuatnya lebih mudah dibandingkan lapiak tetapi harganya murah.
Tukang anyaman pandan lainnya bernama Cinta (74) mengatakan tanaman pandan juga mulai berkurang.
Masyarakat lebih memilih tanaman dengan produktivitas tinggi menggantikan daun pandan.
“Bahan baku atau daun pandan yang sudah sulit ditemukan juga menjadi penyebab mengapa anyaman berkurang,” katanya.
Ia mengatakan tanaman pandan tumbuhnya cukup mudah, bahkan pada usia tiga bulan sudah bisa dipetik untuk dianyam.
Namun minat terhadap anyaman pandan menurun hingga pandan dibiarkan tumbuh begitu saja.
Jika harga kerajinan anyaman ini sedikit meningkat dan pemasaran tetap stabil, maka tanaman pandan akan ditanam kembali.(/Arif Ramanda Kurnia)