Virus flu yang agresif sedang melanda India bagian utara. Dua pertiga keluarga di wilayah tersebut terdampak. Siapa saja yang paling berisiko? Dan bagaimana cara melindungi diri?
Wilayah metropolitan Delhi dan wilayah utara India sedang mengalami lonjakan signifikan infeksi virus influenza jenis H3N2. Terdapat sekitar 46 juta penduduk di wilayah konurbasi sekitar ibu kota India tersebut, yang mencakup banyak kota dan distrik tetangga di negara bagian Haryana, Uttar Pradesh, dan Rajasthan.
Menurut survei dari platform media sosial berbasis komunitas, LocalCircles, 69% rumah tangga di wilayah tersebut saat ini memiliki setidaknya satu anggota keluarga yang mengalami gejala mirip flu. Dokter-dokter menyatakan bahwa H3N2 saat ini merupakanvarian influenza yang mendominasi di kawasan tersebut.
“Jumlah kasus yang terus meningkat menunjukkan dengan jelas bahwa virus ini menyebar secara luas,” kata Dr. Rituja Ugalmugle, seorang konsultan di Wockhardt Hospitals, Mumbai Central, kepada surat kabar Indian Express. Laporan peningkatan jumlah kasus juga datang dari negara bagian lain.
Siapa yang berisiko?
Infeksi H3N2 sering kali dimulai dengan demam tinggi yang tiba-tiba, menggigil, sakit tenggorokan, dan hidung meler. Gejala lain dapat mencakup batuk kering atau berdahak, sakit kepala parah, nyeri pada lengan dan kaki, nyeri otot, serta kelelahan dan rasa lemah yang parah. Beberapa pasien, terutama anak-anak, mungkin kehilangan nafsu makan, merasa mual, atau mengalami gangguan pencernaan.
Anak-anak, lansia, ibu hamil, serta orang dengan penyakit seperti asma, diabetes, dan masalah jantung cenderung mengalami dampak yang paling parah. Dalam sebagian besar kasus, penyakit ini berkembang seperti flu biasa yang berat, dan pasien biasanya pulih dalam waktu satu minggu.
Infeksi dapat menyebabkan komplikasi serius seperti bronkitis, pneumonia, atau memperburuk kondisi jantung atau paru-paru yang sudah ada sebelumnya. Rumah sakit melaporkan bahwa banyak orang mengalami gejala dalam waktu yang lebih lama atau menjadi sangat sakit hingga perlu dirawat inap.
“Tidak seperti flu biasa atau pilek, H3N2, yang merupakan subtipe dari Influenza A, sering kali lebih parah dan cenderung bertahan lebih lama,” kata Dr. Mayanka Lodha Seth dari Redcliffe Labs kepada Indian Express.
Infeksi menjadi berbahaya jika pasien mulai mengalami kesulitan bernapas atau nyeri dada, bibir atau kuku berubah menjadi biru, mengalami kebingungan, atau sangat dehidrasi. Siapa pun yang mengalami gejala tersebut harus segera mendapatkan perawatan. Bantuan medis juga harus segera dicari apabila pasien tetap mengalami demam tinggi setelah beberapa hari pengobatan.
Langkah pencegahan H3N2 yang diperlukan
Seperti halnya dengan virus corona, dokter menyarankan untuk sering mencuci tangan, menggunakan masker, menghindari kerumunan, menjaga pola makan seimbang, dan mendapatkan vaksin flu tahunan terbaru.
Tidak ada pengobatan khusus untuk H3N2. Dokter biasanya menangani gejala pasien dengan istirahat total, mengonsumsi banyak cairan, dan obat penurun demam. Kasus yang parah dan pasien dengan risiko tinggi mungkin diberikan obat antivirus.
Virus H3N2 musiman saat ini berasal dari pandemi influenza pada tahun 1968. Virus ini berkembang melalui kombinasi dengan virus burung H3,” kata Dr. Martin Beer, wakil presiden dari Friedrich Loeffler Institut (FLI), Institut Federal untuk Kesehatan Hewan di Jerman. “Jadi proses adaptasi terjadi sejak lama, dan komponen ‘avian’, seperti H3, berasal dari masa itu.
Sejak saat itu, berbagai varian dari sub-tipe H3N2 telah menyebar secara global. Varian tersebut muncul kembali secara berkala sebagai gelombang flu musiman, sering kali dengan mutasi genetik regional. “Sirkulasi tahunan dan tekanan dari sistem imun menyebabkan virus flu musiman beradaptasi, dan kita merespons dengan vaksin baru. Jadi saat ini, dengan virus H3N2 musiman, kita tidak lagi berbicara tentang adaptasi dari burung ke manusia, melainkan tentang optimalisasi yang terus-menerus di dalam tubuh manusia,” kata Beer kepada DW.
Sebuah studi yang diterbitkan pada Februari 2024 meneliti perubahan pada spesifisitas reseptor virus influenza H3N2 manusia dari tahun 1990 hingga 2000. Studi tersebut menemukan bahwa perilaku pengikatan virus influenza H3N2 terhadap reseptor manusia telah berubah selama beberapa dekade terakhir, yang menyebabkan perluasan situs pengikatan reseptor. Perluasan ini mempermudah virus untuk beradaptasi dengan inang atau jaringan baru, serta meningkatkan daya penularan. Hal ini juga membuatviruslebih mudah menghindari sistem imun maupun pengobatan.
Limabelas tahun evolusi meninggalkan jejak adaptasi yang terlihat dan dapat dipahami,” kata Beer. “Perubahan pertama, dan yang paling penting, terjadi 50 tahun yang lalu dan menyebabkan wabah saat itu. Sejak saat itu, H3N2 kembali dalam gelombang flu musiman dengan tingkat intensitas yang berbeda-beda. Di beberapa tahun dan di beberapa wilayah, H3N2 sangat mendominasi dibandingkan varian influenza lainnya, yang dapat menyebabkan jumlah kasus yang sangat tinggi.
Penilaian dari pengawas kesehatan danOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO)menunjukkan bahwa saat ini risiko pandemi tergolong rendah, selama tidak ada perubahan signifikan dalam struktur virus atau jalur penularannya. Namun, virus influenza seperti H3N2 mampu bermutasi dengan sangat cepat, sehingga para pejabat tetap waspada.
Jika H3N2 bermutasi sedemikian rupa sehingga lebih mudah menular antar manusia, atau mampu menghindari kekebalan yang ada, maka virus ini dapat menyebar secara tiba-tiba dan cepat, yang berpotensi menyebabkan epidemi atau pandemi. Oleh karena itu, para ilmuwan terus memantau virus influenza dengan sangat cermat agar dapat merespons skenario terburuk.
Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman
Ditulis ulang oleh Rahka Susanto
Editor:
ind:content_author: Alexander Freund
