Penduduk Miskin RI Tembus 194 Juta, Mengapa Angka Berbeda dengan BPS?

JAKARTA, – Jumlah penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data Bank Dunia meningkat tajam menjadi 194,6 juta orang setelah lembaga tersebut memperbarui ambang batas kemiskinan global dengan standar terbaru.Purchasing Power Parities (PPP) 2021.

Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa mereka masih memakai PPP 2017 sebagai dasar dalam perhitungan tingkat kemiskinan nasional, sehingga menghasilkan angka yang berbeda.

Wakil Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menyampaikan bahwa pemanfaatan PPP 2017 oleh BPS sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

Namun, BPS telah memperbaharui metode perhitungan penyesuaian nilai ekonomi atau deflator spasial yang diperbaiki oleh Bank Dunia untuk PPP 2017.

“Kami menyesuaikan metodenya, PPP-nya tetap sama, karena ini berkaitan dengan RPJMN 2025–2029, agar dapat berkelanjutan dalam mengevaluasinya,” kata Ateng saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Perbedaan Metode, Hasil Berbeda

Ateng menjelaskan bahwa baik BPS maupun Bank Dunia pada dasarnya memanfaatkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dalam menghitung tingkat kemiskinan.

Namun, perbedaan terjadi karena standar kemiskinan yang digunakan berbeda.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengacu pada PPP 2017, yang menentukan garis kemiskinan ekstrem berdasarkan pengeluaran di bawah 2,15 dolar AS per kapita per hari.

Di sisi lain, Bank Dunia menerapkan PPP 2021, yang menentukan ambang batas kemiskinan ekstrem sebesar 3 dolar AS per kapita per hari.

“Jika Indonesia dan sebagian besar negara lain, kita menghitung kemiskinan berdasarkan standar nasional. Namun, World Bank melakukan perhitungan kemiskinannya dengan membandingkan secara global. Oleh karena itu, mereka menggunakan apa yang disebut dengan PPP,” jelas Ateng.

Penyesuaian Metodologi Global

Bank Dunia mengubah acuan dari PPP 2017 ke PPP 2021 sejak bulan Juni 2025.

Tindakan ini diumumkan dalam dokumen yang berjudul June 2025Pembaruan pada Platform Kemiskinan dan Ketidaksetaraan(PIP), yang merujuk pada data PPP 2021 yang dirilis oleh Program Perbandingan Internasional pada Mei 2024.

Berkaitan dengan perubahan tersebut, tiga garis kemiskinan global mengalami penyesuaian.

Perubahannya meliputi international poverty lineuntuk mengukur tingkat kemiskinan ekstrem, yang berubah dari 2,15 dolar AS menjadi 3 dolar AS per orang per hari.

Kemudian, mengenai negara-negara dengan pendapatan menengah bawah (lower-middle income) berubah dari 3,65 dolar AS menjadi 4,20 dolar AS per orang per hari.

Sementara itu, untuk negara-negara dengan pendapatan menengah atas (upper-middle income) berubah dari 6,85 dolar AS menjadi 8,30 dolar AS per kapita per hari.

 

Perubahan cara ini memicu peningkatan yang signifikan dalam jumlah penduduk miskin di tingkat global, termasuk di Indonesia.

BPS Tetap Menjaga Keseimbangan Internasional

Meskipun belum menerapkan PPP 2021, BPS tetap memastikan konsistensi dengan metode yang digunakan secara internasional.

Ini penting agar data kemiskinan nasional tetap dapat dijadikan dasar perbandingan global, khususnya dalam menghitung tingkat kemiskinan yang sangat parah.

“Kami akan tetap mempertahankan kualitasnya sesuai dengan standar internasional. Ketika diterapkan, misalnya dalam menghitung kemiskinan ekstrem di Indonesia,” katanya.

Tingkat kemiskinan nasional terus mengalami penurunan

Di sisi lain, menurut data yang dirilis BPS, tingkat kemiskinan nasional justru mengalami penurunan pada Maret 2025. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 8,47 persen dari keseluruhan populasi, yaitu sekitar 23,85 juta jiwa.

“Angka kemiskinan pada tahun 2025 ini adalah yang terendah dalam dua dekade terakhir,” ujar Ateng.

Penurunan ini tergolong besar jika dibandingkan dengan Februari 2005, saat jumlah penduduk miskin mencapai 35,10 juta jiwa atau 17,75 persen dari keseluruhan populasi.

Mulai September 2021, tingkat penduduk miskin di Indonesia berhasil dikurangi di bawah 10 persen. Bahkan sejak September 2024, angka tersebut telah turun di bawah 9 persen.

Tingkat kemiskinan di kota meningkat, sedangkan di daerah pedesaan menurun.

Meskipun angka kemiskinan secara nasional mengalami penurunan, terdapat perbedaan kondisi antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Pada bulan Maret 2025, angka kemiskinan di kota meningkat menjadi 6,73 persen, naik dari 6,66 persen pada September 2024. Di sisi lain, tingkat kemiskinan di pedesaan turun dari 11,34 persen menjadi 11,03 persen.

“Maka, garis kemiskinan di pedesaan sedikit meningkat di atas garis kemiskinan perkotaan dalam tingkatannya,” ujar Ateng.

Jika melihat perkembangan sejak September 2020, persentase penduduk miskin terus menurun di kedua daerah tersebut. Pada masa tersebut, tingkat kemiskinan di kota mencapai 7,88 persen, sementara di pedesaan sebesar 13,20 persen.

(Penyunting: Isna Rifka Sri Rahayu, Erlangga Djumena, Teuku Muhammad Valdy Arief)

Artikel ini telah diterbitkan dengan judulIni Penyebab BPS Belum Mengadopsi Garis Kemiskinan Terbaru dari Bank Dunia dan 9,03 Persen Penduduk Indonesia Masih Berada di Bawah Garis Kemiskinan, BPS: Paling Rendah dalam 20 Tahun Terakhir