.CO.ID, JAKARTA — Para peneliti dariPusat Reformasi Ekonomi(CORE), Eliza Mardian, menilai pencampuran beras kualitas rendah menjadi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dapat mengganggu program pemerintah dalam mengatasi kemiskinan. CORE menilai praktik pencampuran tersebut sangat merugikan negara karena menggagalkan misi utama program subsidi pangan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah keluar dari jerat kemiskinan.
“Ini merugikan negara dan juga konsumen kalangan menengah bawah. Negara mengalami kerugian karena programnya tidak efektif dalam mengurangi kemiskinan,” kata Eliza saat dihubungi di Jakarta, Minggu (27/7/2025).
Padahal, katanya, program SPHP dirancang sebagai intervensi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat miskin terhadap bahan pangan pokok. Namun, praktik oplosan membuat beras murah sulit diakses oleh penerima manfaat sebenarnya.
Mengenai kasus dugaan pemalsuan beras kualitas rendah (tolakseharga Rp 6.000 per kilogram (kg) yang dikemas menjadi SPHP dan dijual seharga Rp 13.000 per kg oleh seseorang dengan inisial R di Riau yang terungkap pada Kamis (24/7/2025), Eliza menekankan tindakan tersangka telah mengambil alih bagian subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi keluarga miskin.
Akibatnya, keluarga miskin tidak mendapatkan beras SPHP sesuai harga dan kualitas yang ditetapkan, sehingga terpaksa membeli beras mahal yang menggerus belanja mereka untuk kebutuhan pokok lainnya. “Konsumen rugi karena SPHP iniyastandarnya lebih baik daripadatolak“Dan beras SPHP murah karena didanai pemerintah,” kata Eliza.
CORE menyebut kondisi ini berisiko memperluas kerentanan ekonomi dan memperparah kemiskinan karena penyalahgunaan subsidi akan membuat intervensi pemerintah kehilangan dampak perlindungan sosial yang diharapkan. Karena itu, CORE menyarankan agar distribusi SPHP dilakukan langsung kepada penerima manfaat melalui operasi pasar keliling atau koperasi berbasis komunitas guna mencegah kebocoran dan penyelewengan.
Selain penegakan hukum yang tegas, pemerintah juga harus memperkuat sistem pelacakan dan pengawasan digital agar setiap kilogram beras subsidi dapat dipantau secara transparan dan sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. “Itu mengapa pendistribusian SPHP harus dilakukan secara resmi oleh pemerintah agar tidak terjadi lagi kebocoran dan pemalsuan beras.tolakjadi SPHP,” kata Eliza.
SPHP palsu
Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengatakan penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.
Ia menyebutkan, operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada hari Kamis, mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R (34).
Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atautolak, kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP. Kedua, pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.
Tersangka diduga membeli dua jenis beras—beras bagus dan beras kualitas rendah (tolak)—di Kabupaten Pelalawan. Beras bagus dibeli dengan harga Rp 11.000 per kg, sedangkan berastolakdibeli Rp 6.000 per kg. Tersangka R membeli beras tersebut dari seseorang berinisial S.
Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, empat karung merek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit. “Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oleh oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tetapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi,” kata Irjen Herry.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.