Berdemo di KPK dan Kementerian ESDM, AMTI Minta Cabut Izin Operasional PT HWR di Ratatotok

, JAKARTA – Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu, 23 Juli 2025.

Ketua Umum DPP LSM AMTITommy Turanganmenyatakan aksi demonstrasi yang dipimpinnya sebagai upaya penyelamatan lingkungan di wilayah Kecamatan Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara akibat kesewenangan perusahaanPT Hakian Wellem Rumania(HWR).

Tommy Turangan bersama massa aksi menggelar aksi di dua tempat berbeda, setelah sebelumnya membawa laporan ke Bareskrim Polri, KPK dan Kementerian ESDM.

“LSM-AMTI mengajukan beberapa tuntutan baik kepada KPK maupun Kementerian ESDM terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR di wilayah Ratatotok,” kata Tommy Turangan dalam keterangan tertulis pada Senin (28/7/2025).

Dalam aksi tersebut, massa aksi membawa dan menunjukkan sejumlah spanduk.

Spanduk-spanduk itu, menurut Tommy, mewakili suara hati masyarakat.

Sementara itu, beberapa tulisan dari spanduk-spanduk tersebut antara lain Membekukan PT HWR, Jangan berpura-pura sakit, dugaan penggelapan pajak, rakyat membutuhkan keadilan.

Dalam aksinya yang pertama di depan kantor KPK, LSM-AMTI menuntut agar KPK segera turun ke lapangan dan menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR, termasuk dugaan penggelapan pajak.

Tommy menduga ada oknum-oknum mantan pemimpin yang mendukung aktivitas perusahaan tersebut di lokasi area tambang.

“Kami meminta KPK dapat langsung turun ke lokasi, melakukan penyelidikan terhadap berbagai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR, termasuk adanya dugaan penggelapan pajak,” kata Tommy Turangan, yang memimpin aksi bersama Deddy Rundengan.

Setelah melakukan aksi demo di depan kantor KPK, selanjutnya massa bergerak menuju kantor Kementerian ESDM.

Di depan kantor kementerian ESDM, Turangan kembali menyampaikan orasi dan menyampaikan berbagai tuntutan massa.

Dalam orasinya, Tommy Turangan meminta Kementerian ESDM segera mengambil tindakan cepat untuk membekukan aktivitas PT HWR di lokasi tambang Ratatotok.

Selanjutnya, Tommy juga menyampaikan berbagai dugaan pelanggaran lain yang dilakukan oleh PT HWR seperti dugaan pengambilalihan lahan warga, serta kerusakan lingkungan, yang diduga termasuk dalam kejahatan agraria.

“Kesewenangan perusahaan PT HWR sudah banyak dikeluhkan oleh masyarakat sekitar tambang, perusahaan tersebut diduga melakukan pengambilalihan lahan milik warga, kerusakan lingkungan dan kejahatan agraria. Ini harus menjadi perhatian serius dari Kementerian ESDM,” tegas Tommy.

Tommy juga meminta Kementerian ESDM dan KPK segera mengambil tindakan terhadap PT HWR serta memeriksa pemilik perusahaan serta dugaan adanya oknum-oknum yang terlibat dalam pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR.

Menurut Tommy Turangan, Kementerian ESDM telah menolak RKAB dari PT HWR untuk tahun 2024-2026, yang juga didukung oleh rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRD Minahasa Tenggara terkait penghentian operasional PT HWR di Ratatotok.

“RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, red) dari PT HWR telah ditolak oleh Kementerian ESDM. Namun, anehnya perusahaan tersebut tetap beraktivitas. Ini semacam pembangkangan. PT HWR harus segera ditindak, dan izin operasionalnya di Ratatotok harus dicabut,” tegas Tommy Turangan.

Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Deddy Rundengan yang juga memimpin aksi mengatakan Kementerian ESDM telah menolak RKAB dari PT HWR untuk tahun 2024-2026. Namun, perusahaan ini tetap beroperasi.

“Kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut merupakan bentuk pembangkangan terhadap aturan,” tegas Deddy, yang juga merupakan warga Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulut.

Akan Kembali Berdemo

Tommy menegaskan LSM-AMTI akan kembali melakukan aksi demonstrasi dengan massa yang lebih banyak jika KPK maupun Kementerian ESDM belum menindak PT HWR.

Selanjutnya, Tommy mengatakan DPRD Minahasa Tenggara (Mitra) juga pernah mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan kegiatan penambangan PT HWR.

“Dasar rekomendasi DPRD Mitra dan berbagai dugaan pelanggaran yang dilakukan ini bisa menjadi acuan Kementerian ESDM untuk membekukan PPT HWR,” kata Tommy.

Tommy menegaskan aksi demonstrasi yang dilakukannya merupakan bentuk kecintaan terhadap negara dan upaya memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.

Dampak Negatif Lingkungan dan Sosial

Kuasa Hukum seorang warga yang tanahnya diduduki PT HWR, Dr Steven Y Pailah SH juga angkat bicara.

Menurut Steven Pailah, kegiatan pertambangan yang dilakukan PT HWR di Ratatotok pada area seluas lebih dari 100 hektare tersebut telah menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.

“Kegiatan pertambangan HWR telah menyebabkan terjadinya deforestasi dan pencemaran lingkungan berat yang akan membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat di Ratatotok dan sekitarnya,” kata Steven.

Menurut Steven, Pengawas Pertambangan juga telah melakukan pemeriksaan teknis terhadap kegiatan pertambangan PT HWR di Ratatotok dan memberikan peringatan keras berulang kali karena ketidakmampuan untuk memenuhi syarat-syarat pengelolaan, eksplorasi, produksi, dan pasca produksi.

Berdasarkan Laporan Pengawasan Tambang Kementerian ESDM RI, lanjut Steven, PT HWR tidak melakukan tindakan reboisasi dan penanaman kembali yang seharusnya dilakukan setelah melakukan usaha pertambangan.

Menurut Steven, Izin Usaha Pertambangan PT HWR akan berakhir pada bulan November 2025.

Artinya selama 10 tahun PT HWR tidak/masih belum melakukan proses penanaman kembali.

“Jika sampai batas waktu tersebut izin berakhir, maka yang tersisa adalah kolam besar dan tanah tandus yang terbuka hasil dari kegiatan pertambangan yang tidak bertanggung jawab,” kata Steven Pailah.(fri/jpnn)