Aturan Baru! Ini Kriteria Tanah Terlantar Menurut Pemerintah: Periksa Prosedur dan Persyaratannya

– Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat dihebohkan oleh isu mengenai penyitaan tanah oleh negara jika dibiarkan menganggur tanpa aktivitas selama dua tahun. Kabar ini memunculkan kekhawatiran di kalangan pemilik lahan, khususnya mereka yang memiliki sertifikat hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hingga hak milik yang belum dimanfaatkan secara optimal. Isu ini bukanlah wacana baru, melainkan merupakan implementasi dari aturan resmi yang telah lama berlaku di Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari upaya penertiban tanah dan pemanfaatan ruang secara lebih adil dan produktif.

Aturan mengenai penyitaan tanah yang tidak digunakan atau kosong diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

Penyitaan tanah oleh negara tidak dilakukan secara tiba-tiba dan sewenang-wenang.

Prosesnya melalui tahapan yang panjang dan terukur, dengan berbagai peringatan resmi yang diberikan kepada pemilik tanah.

Tujuan utamanya bukan sekadar mengambil hak, tetapi mendorong pemanfaatan lahan agar tidak menjadi beban bagi tata ruang nasional serta mencegah spekulasi lahan.

Dasar Hukum: PP Nomor 20 Tahun 2021

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 menetapkan bahwa tanah yang tidak digunakan, tidak diusahakan, tidak dimanfaatkan, atau tidak dipelihara dalam jangka waktu tertentu dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar.

Status ini dapat diberikan kepada lahan yang telah memiliki hak atas tanah, seperti:

– Hak Milik (HM)

– Hak Guna Usaha (HGU)

– Hak Guna Bangunan (HGB)

– Hak Pakai

– Hak Pengelolaan (HPL)

Setiap jenis hak tersebut harus digunakan sesuai dengan tujuannya. Jika tidak, maka negara memiliki wewenang untuk melakukan evaluasi hingga pengambilalihan.

Kriteria Tanah yang Dapat Disita Negara

Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mokodompis, tanah dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar jika memenuhi beberapa kriteria berikut:

1. Tidak Dicoba Selama Dua Tahun

Lahan tidak digunakan sesuai rencana penggunaan yang disampaikan saat pendaftaran.

Misalnya, lahan HGU tidak digunakan untuk perkebunan atau lahan HGB tidak dibangun sesuai dengan peruntukannya seperti perumahan atau pusat komersial.

2. Tidak Ada Kegiatan Ekonomi atau Pembangunan

Tidak ada tanda-tanda aktivitas pembangunan, usaha, atau pemanfaatan dalam bentuk apa pun selama dua tahun berturut-turut sejak pemberian hak atau sejak terakhir digunakan.

3. Tidak Dipelihara

Lahan dibiarkan kosong, terbengkalai, atau tidak dijaga. Ini termasuk jika lahan dimanfaatkan oleh pihak lain secara ilegal dan pemilik membiarkannya tanpa upaya hukum.

4. Pemilik Tidak Memberikan Penjelasan yang Sah

Saat dilakukan identifikasi dan inventarisasi oleh ATR/BPN, pemilik tidak mampu menjelaskan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan mengapa lahan tidak digunakan.

5. Menjadi Permukiman Tanpa Izin

Tanah yang telah menjadi permukiman atau digunakan oleh masyarakat selama lebih dari 20 tahun tanpa hubungan hukum dengan pemegang hak juga dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar.

Prosedur Penetapan Tanah Terlantar

1. Inventarisasi dan Identifikasi oleh ATR/BPN

Pemerintah melakukan pendataan dan pemeriksaan lapangan terkait status pemanfaatan tanah.

2. Pemberitahuan Resmi kepada Pemilik

Jika ditemukan indikasi lahan tidur, pemilik akan menerima surat pemberitahuan.

3. Tiga Surat Peringatan

Jika tidak ada perubahan atau respons dari pemilik, pemerintah akan mengirimkan surat peringatan secara bertahap sebanyak tiga kali.

4. Penetapan sebagai Tanah Terlantar

Jika tetap tidak ada perubahan setelah surat peringatan ketiga, maka lahan akan ditetapkan secara resmi sebagai tanah terlantar.

5. Pengambilalihan oleh Negara

Setelah status tanah terlantar ditetapkan, pemerintah berhak mengambil alih kepemilikan lahan tersebut dan mengalihfungsikannya untuk kepentingan umum atau redistribusi.

Kebijakan penyitaan tanah terlantar merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menata ulang penggunaan lahan di Indonesia secara adil dan produktif.

Pemilik lahan disarankan untuk segera memanfaatkan atau mengelola tanah yang dimiliki sesuai peruntukannya agar tidak terkena sanksi berupa penyitaan.***