Jual Beli LKS di Magelang Raup Omzet Milyaran, Pihak Sekolah Bisa Dipidanakan

Magelang, forumkota.id

Praktik pungutan liar dan dugaan jual beli buku Modul atau Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah-sekolah di Magelang terus menjadi perhatian publik. Temuan ini muncul setelah beberapa bulan terakhir, Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) DPD Magelang bersama Lembaga KPK Independen dan LBH Panglima Independen Magelang melakukan investigasi menyeluruh di berbagai sekolah.

Menurut Muhammad Ridwan, perwakilan dari JPKP Magelang, hasil investigasi ini mengungkapkan bahwa meski sudah ada surat edaran dari Kepala Dinas Pendidikan Magelang yang melarang penjualan buku LKS, praktik ini masih saja terjadi. “Kami menemukan sejumlah sekolah dasar dan menengah pertama di Magelang yang terlibat dalam penjualan buku LKS yang diubah namanya menjadi Modul,” ungkap Ridwan.

Investigasi ini juga melibatkan media, dengan Muhammad Ma’azim dari Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) ikut serta dalam mengumpulkan data dari wali murid dan pihak sekolah. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak sekolah menggunakan dalih “kesepakatan rapat wali murid” untuk melegalkan penjualan buku tersebut.

Beberapa sekolah yang teridentifikasi terlibat antara lain SDN Gandusari 1 Bandongan, SDN 2 Bromo Kalinegoro, SDN 1 Muntilan, dan SMP Negeri Citran Mertoyudan. Harga buku yang dijual berkisar antara Rp10.000 hingga Rp13.000 per buku, dengan rata-rata 8 mata pelajaran per siswa. Hal ini bisa menghasilkan omzet mencapai lebih dari Rp1 miliar dalam setahun, angka yang cukup fantastis untuk penjualan buku LKS di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama.

Dalam pengakuannya kepada media, R, seorang guru yang juga kepala sekolah, mengakui bahwa praktik penjualan buku tersebut sudah berjalan selama hampir empat tahun. “Sekolah hanya menitipkan buku-buku ini melalui koperasi sekolah, dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp1.000 hingga Rp2.000 per buku,” kata R saat ditemui oleh awak media.

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ristek Nomor 2 Tahun 2008, penjualan buku Modul atau LKS oleh sekolah dan guru dilarang keras. Pelanggaran ini dapat berakibat pada sanksi berat, termasuk pemberhentian tidak hormat bagi guru yang berstatus PNS.

Praktik ini diduga menggunakan rapat komite sebagai alibi untuk melegalkan pungutan yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Selain penjualan buku, jenis pungutan lain yang dilaporkan termasuk uang pendaftaran, ujian, seragam, ekstrakurikuler, hingga kegiatan lain yang tidak jelas manfaatnya bagi prestasi siswa.

Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Sabar Pungli) berdasarkan Perpres No. 187 Tahun 2016, yang bertugas melakukan penindakan dan pencegahan termasuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pelaku pungli di lingkungan sekolah. Namun, meskipun upaya ini telah dilakukan, pungli di sekolah-sekolah tetap marak terjadi.

Ketua LBH Panglima Magelang, Tofan Triadi, menyoroti peran rapat komite dalam melegitimasi pungli di sekolah. “Dalam waktu dekat, kami akan mengirimkan surat somasi kepada Kepala Dinas, K3S, Tim Penyusun, dan oknum guru yang terlibat,” tegas Tofan.

Kasus ini mengingatkan kita bahwa semua elemen sekolah, termasuk guru, komite, dan wali murid, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas pendidikan. Jika praktik pungli ini terus dibiarkan, kita semua berkontribusi dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak sehat. Mari jaga sekolah kita dari segala bentuk penyimpangan hukum dan pastikan anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang bebas dari pungutan liar. (Topan Triadi)