Pati | FORUMKOTA.ID
Penjualan Buku Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara sekolah, guru, dan penerbit buku. Betapa tidak, kabupaten Pati melalui opendata.patikab.go.id memiliki jumlah Siswa SMP Negeri sekitar 31.000, maka bila dihitung nilai penjualan bukunya bisa mencapai 4,5 Milyar lebih, karena dari hasil penelusuran tim media ini harga paket LKS untuk 11 mata pelajaran berkisar Rp 150.000.
Dari penelusuran Tim Media Forum Kota, seluruh SMP Negeri di kabupaten Pati menggunakan Buku LKS yang disediakan di lingkungan sekolah. Padahal, berbagai peraturan dan regulasi yang ada, jelas-jelas melarang pihak sekolah melaksanakan praktik jual-beli LKS di sekolah. Larangan jual beli buku LKS juga diperkuat oleh Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020, bahwa Komite Sekolah dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah. Tetapi pihak sekolah berdalih bahwa semua disediakan oleh pihak Koperasi Sekolah, namun beberapa Kepala Sekolah juga mengakui bahwa koperasi yang dimaksud, tidak memiliki Badan Hukum.
“Wah, tidak ada modal kami untuk membuat Koperasi Yang Berbadan Hukum, karena koperasi yang ada sebenarnya hanya untuk mempermudah para siswa guna membeli alat tulis”, ujar beberaapa Kepala SMPN senada.
Beberapa sekolah juga seakan berlindung pada Kabid Pembinaan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, dan menanyakan tim apakah sudah menemuinya.
“Sudah bertemu Pak Fauzin ?”, tanyanya senada, tanpa menjelaskan maksudnya. Selai itu ada juga sekolah yang menggunakan Komite Sekolah sebagai tamengnya. Bahkan Ke
tua Umum LSM BANASPATI, Muhammad Ronzikan sempat bersitegang dengan seorang pengurus komite sekolah yang dengan arogannya meminta semua anggota tim mengeluarkan ID Cardnya.
“Saya minta semua menunjukkan ID Card nya, jangan hanya seorang, tapi semua…!”, ujarnya dengan nada tinggi. Namun setelah semua anggota tim mengeluarkan ID Card, giliran pengurus komite sekolah tersebut yang tidak bisa menjawab dasar-dasar dia menduduki jabatan di komite sekolah hingga puluhan tahun, meskipun tidak ada lagi anaknya yang bersekolah di situ.
Selain komite sekolah, ada juga LSM Lokal yang sangat sempit wawasannya, karena menanyakan “Mengapa Orang Semarang Datang ke Pati, dan mestinya harus permisi dulu pada pihaknya”. Padahal, yang namanya Pers, adalah PERS NASIONAL, mereka bebas datang, untuk menghimpun dan mengolah berita di mana pun, ke mana pun, di seluruh wilayah Indonesia.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Pati yang seharusnya menjadi kepanjangan tangan dari Kementerian Dikbudristek untuk mengamankan berbagai peraturan dan regulasi yang ada, justru seakan melegalisir praktik penjualan buku LKS dan Seragam di sekolah.
“Intinya kami sudah mengingatkan pada seluruh sekolah, jangan sampai ada pemaksaan untuk membeli LKS dan Seragam pada siswa. Kalau tidak bisa membeli LKS bisa menggunakan photo copy, dan kalau tidak bisa membeli seragam boleh mnggunakan seragam bekas”, ujar Kabid Pembinaan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Fauzin Futiarso di ruang kerjanya, Senin siang 2/9.
Fauzin pun menolak bila dikatakan sebagai pelindung atas jual-beli LKS dan Seragam di sekolah. Dia minta dihubungi langsung bila ada pihak sekolah yang mencatut namanya.
“Silakan hubungi saya, telepon saya, bila ada yang membawa-bawa nama saya”, tandasnya.
Namun demikian masih saja ada pihak yang menduga bahwa Fauzin mendapat fee dari penerbit buku LKS yang beromzet milyaran rupiah terbut.
“Rasanya janggal bila ada pengusaha melenggang dengan leluasa menjual buku milyaran rupiah ke sekolah tanpa restu, dan tiap restu biasanya berbiaya Kalau dugaannya positif, laporkan aja ke kejaksaan”, ujar Widjayanto, Kordinator Gabungan Elemen Masyarakat Penegak Amanat Reformasi (GEMPAR) di Semarang, Senin sore 2/8.
*** Bagus BS / Tim