Mahfud MD Setuju, Pengacara Tom Lembong Menyamakan Kliennya Dituduh Maling Tanpa Hasil Curian

, SOLO– Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Zaid Mushafi merespons pernyataan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus Mahfud MD mengenai putusan pengadilan terhadap kliennya.

Sebelumnya dilaporkan, Tom Lembong dihukum penjara 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan terkait kasus korupsi impor gula dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Dalam kasus impor gula ini, Tom Lembong diduga melanggar Pasal 3 bersama Pasal 18 UU Tipikor bersama Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Akibat kebijakannya, Tom Lembong juga dianggap merugikan negara sebesar Rp 194,7 miliar.

Mahfud MD menilai, hakim melakukan kesalahan dengan menjatuhkan hukuman pidana terhadap Tom Lembong.

Profesor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengungkapkan sepanjang persidangan tidak ditemukan niat jahat ataukesengajaan pikirandalam perbuatan Tom Lembong.

Bersalah secara mentalmerujuk pada unsur mental atau batiniah dari suatu tindak pidana, yaitu niat, kesengajaan, atau sikap mental pelaku saat melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum.

“Untuk menghukum seseorang, selaintindakan yang bersalah(tindak pidana), masih diperlukan adanya mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat,” kata Mahfud, Selasa, 22 Juli 2025, dikutip dari Kompas.com.

Sebagai kuasa hukum Tom Lembong, Zaid mengatakan, sejumlah pakar hukum dan masyarakat dapat memberikan penilaian sendiri terkait vonis Tom Lembong.

“Dengan putusan seperti ini, masyarakat sendiri yang menilai, kami tidak perlu lagi menceritakan bagaimana ini, masyarakat bisa menilai sendiri,” kata Zaid dalam acara talkshow Overview Tribunnews, Rabu (23/7/2025).

“Koruptor itu kan kalau kita terjemahkan secara sederhana adalah pencuri, mana ada orang pencuri yang tidak memiliki hasil pencuriannya, mengambil lalu memberikannya kepada orang yang tidak dikenal, ini kan tidak…masuk akal,” kata Zaid.

Menurutnya, wajar jika masyarakat maupun ahli hukum mengeluarkan pernyataan mengenai putusan hakim.

“Masuk akal jika opini publik terganggu dan masuk akal juga jika banyak masyarakat yang berteriak,” kata Zaid.

“Jika saya kembalikan kepada pernyataan Pak Mahfud tadi. Pak Mahfud adalah orang yang rasional, dia adalah guru besar hukum, jadi dia tidak mungkin membuat pernyataan sembarangan, pasti ada dasarnya,” kata Zaid.

“Ini bukan tentang Tom Lembong saja, tapi ini tentang aparat penegak hukum dan proses penegakan hukum yang adil dan berkeadilan. Itu yang menjadi catatan,” tambahnya.

Isi Pernyataan Mahfud MD Mengenai Putusan Tom Lembong

Putusan majelis hakim terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula mendapat kritik tajam dari sejumlah tokoh, salah satunya adalah Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Mahfud MD menganggap vonis tersebut salah dan tidak memenuhi unsur penting dalam hukum pidana.

“Setelah saya mengikuti isi persidangan dan mendengar vonisnya, maka menurut saya vonis itu salah,” kata Mahfud dilansir dari Kompas.com, Rabu (23/7/2025).

Menurut Mahfud, dari fakta-fakta persidangan tidak ditemukan adanyakesadaran jiwaatau niat jahat dalam tindakan Tom Lembong. Ia menyatakan bahwa dalam hukum pidana, sebuah tindakan baru dapat dipidana jika memenuhi unsur kesalahan(mens rea)dan perbuatan(aktus reus)

“Untuk menjatuhkan hukuman kepada seseorang, selaintindakan yang bersalahmasih harus adakesadaran jiwaatau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea,” tegas Mahfud.

Ia menambahkan, tindakan Tom Lembong dalam kebijakan impor gula dilakukan semata-mata karena melaksanakan perintah dari atas, yaitu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Tidak ditemukan dalam kasus Tom Lembongkesadaran jahat, karena dia hanya menjalankan tugas administratif dari atas,” tambahnya.

Kebijakan Berdasarkan Perintah Presiden

Kebijakan impor gula, termasuk penunjukan koperasi milik TNI-Polri sebagai pelaksana impor, menurut kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, merupakan bagian dari upaya mengendalikan harga pangan yang diinstruksikan langsung oleh Presiden.

Hal ini juga diperkuat oleh Mayjen (Purn) Felix Hutabarat, mantan Ketua Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), yang dalam persidangan mengakui menerima perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat saat itu, Jenderal (Purn) Mulyono, yang pada gilirannya mengakui menerima arahan dari Presiden.

Selain masalah niat jahat, Mahfud juga menyoroti keputusan hakim yang menghitung kerugian negara sendiri, mengabaikan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Kekurangan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat perhitungan sendiri dengan matematikanya,” kata Mahfud.

Ia menilai pendekatan seperti itu tidak logis dan berbahaya bagi penegakan hukum, terutama ketika lembaga resmi diabaikan oleh pengadilan.

Mahfud juga mengkritik gaya penyampaian hakim yang menyebut kebijakan Tom sebagai “kapitalistik” sebagai salah satu hal yang memberatkan.

“Hakim juga berseloroh bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tidak memahami perbedaan antara ide dan norma,” sindirnya.

Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara, Mengajukan Banding

Thomas Kasih Lembong atau Tom Lembong, dihukum 4 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Ia dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi impor gula kristal mentah.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika dalam sidang yang diadakan pada Jumat (18/7/2025).

“Memberikan hukuman kepada terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan hukuman penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” kata Dennie saat membacakan putusan.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai bahwa Tom Lembong terbukti menyalahgunakan wewenangnya sebagai menteri dengan menerbitkan 21 persetujuan impor (PI) gula kristal mentah untuk sejumlah perusahaan swasta.

Ia juga terlibat dalam operasi pasar yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan.

Tindakan tersebut dianggap melanggar Undang-Undang Perdagangan dan memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut umum.

Selain hukuman penjara, Tom Lembong juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp750 juta.

Jika tidak dibayarkan, maka ia akan menerima hukuman tambahan berupa penjara selama 6 bulan.

“Jika denda tidak dibayar, diganti dengan hukuman penjara selama 6 bulan,” tambah Hakim Dennie.

Namun, majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti, karena tidak ada bukti bahwa Tom Lembong menerima aliran dana hasil korupsi dalam kasus ini.

Tom Lembong sendiri telah menyatakan akan mengajukan banding terhadap hukuman 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat (18/7/2025).

Pihak berwenang menilai putusan tersebut berbahaya bagi birokrasi, karena dapat menjerat pejabat yang hanya melaksanakan tugas berdasarkan perintah.

Dengan putusan ini, masyarakat kini menantikan hasil proses banding di pengadilan tingkat berikutnya, yang diharapkan dapat memberikan keadilan secara lebih objektif.

Profil Tom Lembong, Pernah Menjadi Menteri Perdagangan Era Jokowi

Tom Lembong lahir pada 4 Maret 1971, dan menghabiskan masa kecilnya di Jerman sebelum kembali ke Indonesia dan menempuh pendidikan di SMA Regina Pacis, Jakarta.

Ia kemudian melanjutkan studi ke Harvard University, lulus pada tahun 1994 dengan gelar Bachelor of Arts di bidang arsitektur dan tata kota.

Meskipun memiliki latar belakang arsitektur, karier Tom justru melejit di sektor keuangan.

Ia pernah bekerja di Morgan Stanley Singapura dan kemudian sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia.

Karier pemerintahannya dimulai ketika ia ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015.

Tom Lembong kemudian menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga 2019.

Bergabung dengan Oposisi, Tersangkut Kasus

Setelah lama tidak muncul di publik, Tom Lembong kembali muncul ketika bergabung sebagai Co-Captain Timnas Pemenangan Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024.

Ia kemudian menyebut bahwa langkah politiknya itu membuka jalan bagi politisasi terhadap dirinya.

“Sinyal dari penguasa sangat jelas. Saya bergabung dengan oposisi, maka saya terancam dipidana,” kata Tom dalam pledoi yang dibacakan pada sidang Rabu (9/7/2025) malam.

Tom juga menyentuh bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari Kejaksaan Agung terkait kasus impor gula pertama kali diterbitkan pada 3 Oktober 2023, namun penunjukannya sebagai tersangka terjadi dua minggu setelah pelantikan resmi penguasa baru di DPR RI pada 2024.

“Sinyal itu sangat jelas saat saya ditangkap dan dipenjara dua minggu setelah penguasa mengamankan kekuasaannya … Dan sinyal itu semakin jelas bagi semua pada hari ini,” kata Tom dalam pernyataan yang penuh makna.

Sejumlah tokoh politik seperti Anies Baswedan tampak hadir dan menunjukkan dukungan moral selama proses persidangan.

Artikel ini diolah dari Tribunnews.com dengan judul:Tanpa Niat Jahat, Tom Lembong Dihukum, Pengacara Merespons Pernyataan Mahfud MD