BPS Mengatakan Warga Miskin Jika Pengeluaran Bulanan Kurang dari Rp 609.160, Berbeda dengan Bank Dunia

JAKARTA,– Batas seseorang dianggap miskin di Indonesia ditetapkan jika konsumsinya di bawah Rp 609.160 per bulan.

Dengan standar tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta jiwa atau 8,47 persen dari total populasi.

Angka ini turun dari 8,57 persen pada September 2024.

Namun, lembaga internasional melihatnya secara berbeda. Awal April 2025, Bank Dunia merilis laporan Macro Poverty Outlook yang menyebut 60,3 persen penduduk Indonesia atau sekitar 171,8 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan jika menggunakan standar global.

Standar Berbeda, Hasil Juga Berbeda

Perbedaan terjadi karena standar yang digunakan.

BPS menggunakan pendekatan Cost of Basic Needs (CBN) atau kebutuhan dasar, dihitung dari pengeluaran minimum untuk makanan dan kebutuhan non-makanan seperti tempat tinggal, pendidikan, dan transportasi.

Seseorang dikatakan miskin jika pengeluarannya tidak cukup untuk membeli kebutuhan dasar.

Pada Maret 2025, garis kemiskinan per kapita sebesar Rp 609.160 per bulan.

Jika dihitung untuk satu keluarga miskin dengan rata-rata 4,72 anggota, maka pengeluarannya tidak boleh melebihi Rp 2,87 juta per bulan.

Sebaliknya, Bank Dunia menggunakan tiga garis kemiskinan internasional berdasarkan klasifikasi pendapatan negara.

Untuk Indonesia yang kini masuk kategori negara berpenghasilan menengah atas, standarnya adalah US\$6,85 per kapita per hari dalam PPP (purchasing power parity).

Jika dikonversi, nilainya setara dengan sekitar Rp 41.000 per hari atau Rp 1,23 juta per bulan per orang.

Dengan standar tersebut, mayoritas penduduk Indonesia termasuk dalam kategori miskin atau hampir miskin.

Siapa yang Benar?

BPS menyatakan, pengukuran kemiskinan berdasarkan kondisi konsumsi nyata masyarakat Indonesia dan bertujuan memberikan gambaran nasional.

Sementara Bank Dunia menggunakan garis yang memungkinkan perbandingan antar negara dan mencerminkan standar hidup minimum secara global.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menekankan pentingnya memahami konteks angka-angka tersebut.

“Yang kita data adalah rumah tangga. Karena konsumsi di Indonesia terjadi dalam konteks kolektif,” kata Ateng dalam keterangan tertulis yang dikutip, Senin (28/7/2025).

BPS juga mencatat, garis kemiskinan berbeda-beda di setiap wilayah tergantung harga dan pola konsumsi.

Misalnya di Jakarta, garis kemiskinan per kapita pada September 2024 mencapai Rp 846.085, atau lebih dari Rp 4,2 juta per rumah tangga.

 

Lebih dari Separuh Penduduk Masih Rentan

Selain jumlah penduduk miskin, BPS juga menghitung klasifikasi kelompok ekonomi lain.

Pada September 2024, 8,57 persen penduduk termasuk dalam kelompok miskin, tetapi ada 24,42 persen lainnya yang tergolong rentan miskin, serta 49,29 persen berada di kelompok menuju kelas menengah.

Pada Maret 2025, BPS juga merilis angka kemiskinan ekstrem untuk pertama kalinya.

Jumlahnya tercatat 2,38 juta orang atau 0,85 persen penduduk, turun dari 3,56 juta orang atau 1,26 persen pada Maret 2024.